Wajib bagi Hamba Allah, untuk memperbaiki niat dan mengikhlaskan niat
dan bertafakur akan niat sebelum memasuki amal/sebelum negerjakan
sesuatu amal ibadah.
Karena sesunggunya niat itu adalah pondasi atau dasar amal, dan amal mengikuti niat mengenai baik dan buruknya, rusak dan selamatnya.
Telah bersabda RasuluLlah SAW, Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya . dan bagi setiap manusia tergantung dari apa yang ia niatkan.
Dan seyogyanya seorang hamba Allah, tidak mengucapkan suatu perkataan atau tidak mengamalkan suatu amal perbuatan atau berkehendak mengerjakan sesuatu apapun kecuali DINIATKAN untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mencari pahala yang baik di sisiNya .
Tidak akan dapat terjadi pendekatan diri kepada Allah Ta’ala kecuali dengan apa yang telah disyari’atkan oleh Allah melalui Lisan RasulNya dari beberapa perbuatan fardhu, dan sunnah, . bahkan perbuatan yang mubah menjadi sebab mendekatnya diri kepada Allah karena niatnya baik. seperti orang yang ketika makan ia berniat untuk mendapatkan kekuatan dalam menjalankan ta’at kepada Allah Ta’ala, atau ketika menikah diniatkan untuk mendapatkan keturu yang nantinya mereka akan menjadi orang yang ahli beribadah kepada Allah .
Dan disyaratkan di dalam niat yang baik, harus dilanjutkan dengan amal perbuatannya. Misal orang yang mencari ilmu dan ia bercita-cita akan mengamalkan ilmunya, maka apabila ia tidak mengamalkan ilmu yag telah pernah diperolehnya ketika dia mampu untuk mengamalkannya, maka niatnya yang demikian itu bukanlah niat yang benar / niyatushoodiqoh.
Demikian juga orang yang mencarfi harta dunia dengan niatnya agar ia tidak merepotkan orang lain, dan mnyedekahkannya kepada orang yang membutuhkan dari orang-orang yang miskin, atau untuk memperat silaturrahmi dengan hartanya itu, apabila ia tidak melaksanakkannya apa yang ia niatkan ketika dia mampu maka niat yang demikian ini bukanlah termasuk inat yang benar atau niat yang Shoodiqoh.
Haruslah dipahami, bahwa niat yang baik itu tidak dibenarkan dalam amal perbuatan yang buruk, misalnya orang yang ikut mendengarkan pembicaraan ghaibah kepada sesama muslim yang mana dalam mendengarkannya tersebut dia berniat untuk menyenangkan hati orang yang sedanng ghaibah / membicarakan aib saudara se muslim,maka niatnya yang demikian ini bukanlah niat yang baik bahkan ia termasuk salah seorang diantara yang ikut ghaibah tersebut. Dan barang siapa yang diam diri dari amar ma’ruf dan nahiii munkat dan dia mendakwakan bahwa niatnya itu agar tidak menyakiti hati orang yang melaksanakan perbuatan munkar, maka niat yang demikian ini bukanlah termasuk niat yang baik bahkan ia termasuk juga ke dalam golongan yang mellaksanakan kemungkaran.
Demikian juga perbuatan yang baik, tetapi niatnya tidak baik juga tidak akan menghasilkan pahala yang baik di sisi Allah, seperti orang yang melakukan amal salih akan tetapi niatnya untuk mendapatkan kedudukan atau supaya dipuji oleh orang lain atau untuk mendatkan keuntuknagn materi.
Maka bersungguh-sungguhlah wahai saudaraku, agar niatmu dalam melakukan amal salih sebatas untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mencari keridhoan Allah dan niatkanlah semua amal yang dibolehkan / Mubaahat hanya untuk menambah ketaatan kepada Allah Ta’ala.
Dan ketahuilah sesungguhnya bisa terjadi juga satu amal shaleh di niatkan dengan beberapa niat yang baik dan mendapatkan pahala secara sempurna dari tiap-tiap niat tersebut, misalnya orang yang membaca Al-Qur’an dia niatkan untuk bermunajat kepada Rabb nya, atau ia niatkan agar orang yang mendengarkannya mendapat faidah atau manfaat dari apa yang ia baca.
Dan semisal perbuatan mubah dalam hal makan, dimana ia niatkan dalam makan tersebut untuk menjalankan perintah Allah, karena Allah telah berfirman di dalam Al-Qur’anul Kariim “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah kamu sekalian dari rizki yang baik yang Aku berikan kepada kamu semua”.
Dan berniat pula dalam memakan makanan adalah untuk mendapatkan kekuatan dalam menjalankan ta’at kepada Allah dan juga dapat diniatkan pula untuk melahirkan rasa syukur kepada Allah. sesuai dengan firman Allah di dalam kitabNya L”makanlah kamu sekalian dari rizki yang diberikan kepadamu dan bersyukurlah kepadaNya”.
Bersabda Rosulullahi SAW-“Sesungguhnya Allah mencatat perbuatan baik dan buruk…” selanjutnya RasuluLlah SAW menerangkan bahwa-“barang siapa mempunyai tujuan baik sedangkan ia tidak melaksanakannya maka Allah mencatat di sisiNya sebagai satu amal kebaikan yang sempurna. Dan barang siapa yang mempunyai niat baik juga ia melaksanaknnya maka Allah mencatatnya sebagai 10 kebaikan sampai 700 kebaikan bahkan sampai berlipat dengan kelipatan yang banyak. Dan jika ia berniat keburukan akakan tetapi tidak mengamalkannya, maka dicatatlah ia sebagai satu kebaikan, dan apa bila ia mengamalkannya maka hanya di catat sebagai satu keburukan saja”.
disarikan dari, risalatul muawwanah, pasal 2
Karena sesunggunya niat itu adalah pondasi atau dasar amal, dan amal mengikuti niat mengenai baik dan buruknya, rusak dan selamatnya.
Telah bersabda RasuluLlah SAW, Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya . dan bagi setiap manusia tergantung dari apa yang ia niatkan.
Dan seyogyanya seorang hamba Allah, tidak mengucapkan suatu perkataan atau tidak mengamalkan suatu amal perbuatan atau berkehendak mengerjakan sesuatu apapun kecuali DINIATKAN untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mencari pahala yang baik di sisiNya .
Tidak akan dapat terjadi pendekatan diri kepada Allah Ta’ala kecuali dengan apa yang telah disyari’atkan oleh Allah melalui Lisan RasulNya dari beberapa perbuatan fardhu, dan sunnah, . bahkan perbuatan yang mubah menjadi sebab mendekatnya diri kepada Allah karena niatnya baik. seperti orang yang ketika makan ia berniat untuk mendapatkan kekuatan dalam menjalankan ta’at kepada Allah Ta’ala, atau ketika menikah diniatkan untuk mendapatkan keturu yang nantinya mereka akan menjadi orang yang ahli beribadah kepada Allah .
Dan disyaratkan di dalam niat yang baik, harus dilanjutkan dengan amal perbuatannya. Misal orang yang mencari ilmu dan ia bercita-cita akan mengamalkan ilmunya, maka apabila ia tidak mengamalkan ilmu yag telah pernah diperolehnya ketika dia mampu untuk mengamalkannya, maka niatnya yang demikian itu bukanlah niat yang benar / niyatushoodiqoh.
Demikian juga orang yang mencarfi harta dunia dengan niatnya agar ia tidak merepotkan orang lain, dan mnyedekahkannya kepada orang yang membutuhkan dari orang-orang yang miskin, atau untuk memperat silaturrahmi dengan hartanya itu, apabila ia tidak melaksanakkannya apa yang ia niatkan ketika dia mampu maka niat yang demikian ini bukanlah termasuk inat yang benar atau niat yang Shoodiqoh.
Haruslah dipahami, bahwa niat yang baik itu tidak dibenarkan dalam amal perbuatan yang buruk, misalnya orang yang ikut mendengarkan pembicaraan ghaibah kepada sesama muslim yang mana dalam mendengarkannya tersebut dia berniat untuk menyenangkan hati orang yang sedanng ghaibah / membicarakan aib saudara se muslim,maka niatnya yang demikian ini bukanlah niat yang baik bahkan ia termasuk salah seorang diantara yang ikut ghaibah tersebut. Dan barang siapa yang diam diri dari amar ma’ruf dan nahiii munkat dan dia mendakwakan bahwa niatnya itu agar tidak menyakiti hati orang yang melaksanakan perbuatan munkar, maka niat yang demikian ini bukanlah termasuk niat yang baik bahkan ia termasuk juga ke dalam golongan yang mellaksanakan kemungkaran.
Demikian juga perbuatan yang baik, tetapi niatnya tidak baik juga tidak akan menghasilkan pahala yang baik di sisi Allah, seperti orang yang melakukan amal salih akan tetapi niatnya untuk mendapatkan kedudukan atau supaya dipuji oleh orang lain atau untuk mendatkan keuntuknagn materi.
Maka bersungguh-sungguhlah wahai saudaraku, agar niatmu dalam melakukan amal salih sebatas untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mencari keridhoan Allah dan niatkanlah semua amal yang dibolehkan / Mubaahat hanya untuk menambah ketaatan kepada Allah Ta’ala.
Dan ketahuilah sesungguhnya bisa terjadi juga satu amal shaleh di niatkan dengan beberapa niat yang baik dan mendapatkan pahala secara sempurna dari tiap-tiap niat tersebut, misalnya orang yang membaca Al-Qur’an dia niatkan untuk bermunajat kepada Rabb nya, atau ia niatkan agar orang yang mendengarkannya mendapat faidah atau manfaat dari apa yang ia baca.
Dan semisal perbuatan mubah dalam hal makan, dimana ia niatkan dalam makan tersebut untuk menjalankan perintah Allah, karena Allah telah berfirman di dalam Al-Qur’anul Kariim “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah kamu sekalian dari rizki yang baik yang Aku berikan kepada kamu semua”.
Dan berniat pula dalam memakan makanan adalah untuk mendapatkan kekuatan dalam menjalankan ta’at kepada Allah dan juga dapat diniatkan pula untuk melahirkan rasa syukur kepada Allah. sesuai dengan firman Allah di dalam kitabNya L”makanlah kamu sekalian dari rizki yang diberikan kepadamu dan bersyukurlah kepadaNya”.
Bersabda Rosulullahi SAW-“Sesungguhnya Allah mencatat perbuatan baik dan buruk…” selanjutnya RasuluLlah SAW menerangkan bahwa-“barang siapa mempunyai tujuan baik sedangkan ia tidak melaksanakannya maka Allah mencatat di sisiNya sebagai satu amal kebaikan yang sempurna. Dan barang siapa yang mempunyai niat baik juga ia melaksanaknnya maka Allah mencatatnya sebagai 10 kebaikan sampai 700 kebaikan bahkan sampai berlipat dengan kelipatan yang banyak. Dan jika ia berniat keburukan akakan tetapi tidak mengamalkannya, maka dicatatlah ia sebagai satu kebaikan, dan apa bila ia mengamalkannya maka hanya di catat sebagai satu keburukan saja”.
disarikan dari, risalatul muawwanah, pasal 2